Bangun Budaya Baca
Ketika sebuah bangsa secara perlahan tapi pasti
mengalami penurunan minat baca, maka bersiaplah dengan kemunduran yang lambat
laun akan mengukung bangsa tersebut di hari kemudian. Kemajuan teknologi yang
ada sekarang tentu tak lepas dari besarnya minat baca para inovator-inovator
terkemuka.
Tingkat ketertarikan suatu bangsa akan bacaan dapat
dilihat dari berbagai faktor. Parameter yang paling sederhana adalah dari
banyaknya buku yang terjual di pasaran tiap tahunnya. Di Jepang, ada sekitar
60.000 buku yang habis terjual dari 128.000 penduduknya. Bandingkan dengan
Indonesia yang hanya 10.000 buah. Miris sekali bila kenyataan yang ada ialah
masyarakat Indonesia lebih menyukai menyimak sinetron rutin di televisi
daripada duduk diam membaca buku. Padahal, pengertian membaca tidak melulu
berpegang buku dan diam terpengkur lama.
Keberadaan Tuna Aksara di Negara Malas Baca
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata baca atau
membaca memiliki arti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan
melisankan atau hanya dalam hati). Tentu media baca adalah tulisan-tulisan,
baik tulisan lepas maupun yang sudah dirumpun dalam satu buku. Kegiatan membaca
memang dipandang sebagian orang sebagai hal yang membosankan dan justru
meningkatkan rasa kantuk usai melakukannya. Pandangan seperti ini yang hidup di
tengah-tengah masyarakat sehingga sulit sekali menumbuhkan semangat minat baca
di tanah air.
Persoalan lain yang turut memperlambat laju minat baca
di Indonesia adalah keberadaan tuna aksara yang masih menjamur di sudut-sudut
daerah. Bukan sepenuhnya salah mereka bila di era teknologi yang sudah
membudaya ini mereka justru masih terkungkung dalam kebutaan yang sebenarnya
dapat diatasi. Lokasi tempat tinggal yang jauh dari pusat pemerintahan membuat
sarana dan prasarana juga sulit menjamah mereka. Belum lagi budaya yang
berkembang di masyarakat bahwasanya pendidikan tidak terlalu penting -sebab
nantinya mereka akan berladang- menjadikan kepekaan terhadap bacaan tidak
meningkat.
Ketidakseriusan pemerintah dalam menangani
permasalahan ini jelas memperkeruh situasi. Jadilah mereka tetap dalam kubangan
ketidakmampuan membaca dan tertutup dari akses informasi global. Sedangkan yang
sudah mampu membaca hanya sekedar ‘mampu’ belum ‘suka’, ‘hobi’ ataupun ‘gemar’
membaca.
Tidak Sekedar Membaca yang Tersurat
Bila seseorang sudah terbiasa membaca yang tersurat,
maka akan terbiasa pula membaca yang tersirat. Polemik negara-bangsa Indonesia
hanya mampu disadari oleh orang-orang yang teliti ‘membaca’ keadaan. Ketika
masyarakat dapat membaca kondisi, maka akan mudah menemukan kekeliruan yang
dilakukan pemerintah dalam menjalankan amanahnya. Dari sinilah tercipta
masyarakat yang kritis dan dinamis untuk kemudian mempermudah mencari solusi
dari tiap perkara yang ada.
Bila demikian, seberapa peliknya problema yang tengah
dihadapi tanah air pasti dapat teratasi dengan cara yang bijaksana dan dewasa.
Bukan tidak mungkin Negara ini masih dapat bangkit dari keterpurukan yang saat
ini mengekang dengan cara sederhana seperti menanamkan minat baca sejak dini
agar kelak dapat dengan mudah mengerti keadaan. Sehingga permasalahan –
permasalahan yang ada tidak berlarut – larut hidup seperti yang terjadi
sekarang.
Mari membaca demi kemajuan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar