Kamis, 08 Maret 2012

PEMBELAJARAN REMEDIAL

HAKIKAT DAN PRINSIP PEMBELAJARAN REMEDIAL


Hakikat Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang  ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas  22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran  menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian  proses  menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.

Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik  yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.


     Prinsip Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap  peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:




1.    Adaptif

Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.

2.    Interaktif

Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.

3.    Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian

Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

4.    Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin

Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang  berlarut-larut yang dialami peserta didik.

5.    Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian  Pelayanan

Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.

Senin, 05 Maret 2012

UMPAN BALIK


Umpan Balik yang Efektif bagi Siswa
( feed back )

Umpan balik merupakan sebuah proses di kelas yang telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti praktik pembelajaran sejak tahun 1970-an hingga sekarang ini. Secara konsisten, para peneliti telah menemukan bukti-bukti bahwa ketika guru mampu menggunakan prosedur umpan balik yang efektif ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya. Bahkan, hasil studi yang dilakukan Bellon, Bellon, dan Blank menunjukkan bahwa dibandingkan dengan berbagai perilaku mengajar lainnya, pemberian umpan balik akademik  ternyata lebih berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Dengan tanpa memandang kelas, status sosial ekonomi, ras, atau keadaan sekolah korelasi ini cenderung konsisten. Ketika umpan balik dan prosedur korektif digunakan secara tepat ternyata sebagian besar siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya hingga di atas 20% .
Umpan balik yang efektif merupakan bagian integral dari sebuah dialog instruksional antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan dirinya sendiri, dan bukanlah sebuah praktik yang terpisahkan.
Terkait dengan umpan balik yang efektif ini, Black dan Wiliam mencatat tiga komponen penting yaitu:
(1) Recognition of the desired goal.
Umpan balik diberikan sebagai respons atas kinerja siswa. Kinerja siswa adalah kesanggupan siswa untuk dapat menunjukkan penguasaannya atas berbagai tujuan pembelajarannya. Guru harus dapat merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai secara jelas dan dapat mengkomunikasikannya pada awal pembelajaran, baik tentang wilayah materi, indikator kurikuler maupun penguasaan tujuan.
Salah satu metode yang cukup efektif untuk memastikan bahwa siswa memahami tujuan pembelajarannya yaitu dengan cara melibatkan mereka dalam menetapkan “kriteria keberhasilan” yang bisa dilihat atau didengar. Misalnya, guru dapat memperlihatkan beberapa contoh produk sebagai tujuan pembelajaran yang patut ditiru oleh para siswa, menunjukkan kalimat-kalimat yang benar dengan ditulis menggunakan huruf kapital, kesimpulan yang diambil dari data, penyajian tabel atau grafik dan sejenisnya.
Apabila para siswa telah dapat memahami tentang kriteria keberhasilan pembelajarannya, mereka akan terbantu untuk mengarahkan belajarnya dan mereka akan lebih mampu untuk melaksanakan proses pembelajarannnya
Selain memberikan pemahaman yang jelas tentang tujuan pembelajaran, guru juga perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami indikator dari tingkat penguasaan tujuan pembelajarannya, baik secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk lainnya.
(2) Evidence about present position
Istilah ”bukti” di sini menunjuk kepada informasi atau fakta tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran, khusunya tentang sejauhmana tujuan pembelajaran telah tercapai dan sejauhmana tujuan pembelajaran itu belum tercapai.
Grant Wiggin mengemukakan bahwa umpan balik bukanlah tentang pemberian pujian atau celaan, persetujuan atau ketidaksetujuan, tetapi sebagai usaha untuk memberikan nilai atau makna. Umpan balik pada dasarnya bersifat netral yang menggambarkan apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan siswa. Selain itu, bahwa umpan balik juga harus bersifat obyektif, deskriptif dan disampaikan pada waktu yang tepat yakni pada saat tujuan pembelajaran masih segar dalam benak siswa.
Salah satu cara pemberian umpan balik yang cukup bermakna yaitu dengan membandingkan produk siswa dengan kriteria keberhasilan telah telah dikomunikasikan sebelumnya. Contoh sederhana pemberian umpan balik yaitu dengan membuat sebuah format tentang “Daftar Kriteria Keberhasilan”. Dalam daftar tersebut, guru dapat memberikan tanda + (plus) untuk menunjukkan tentang kriteria yang telah berhasil dipenuhi siswa dan memberikan catatan tertentu untuk yang belum dipenuhinya.
(3) Some understanding of a way to close the gap between the two.
Umpan balik yang efektif yaitu harus dapat memberikan bimbingan kepada setiap siswa tentang bagaimana melakukan perbaikan. Black dan Wiliam menegaskan bahwa setiap siswa harus diberi bantuan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan. Guru tidak hanya memberikan umpan balik yang mencerminkan tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran siswanya, tetapi juga harus dapat memberikan strategi dan tips tentang cara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan, serta kesempatan untuk menerapkan umpan balik yang diterimanya.
Wiggins meyakini bahwa melalui siklus umpan balik ini dapat menghasilkan keunggulan kinerja siswa. Oleh karena itu, siswa harus senantiasa memiliki akses rutin terhadap kriteria dan standar-standar tugas yang harus dituntaskannya; mereka juga harus memperoleh umpan balik dalam upaya menyelesaikan tugas-tugasnya, mereka harus memiliki kesempatan untuk memanfaatkan umpan balik untuk memperbaiki kerjanya serta mengevaluasi kembali terhadap standar


PENGURUS KKG PURWASARI

Para pengurus KKG Gugus 02 Purwasari, Dramaga yang selalu siap melaksanakan berbagai Program Bermutu serta melayani peserta KKG dengan segala keterbatasannya.

Minggu, 04 Maret 2012

PRAMUKA

SALAM PRAMUKA !

Jambore Kwartir Ranting Kecamatan Dramaga di Desa Petir diikuti oleh seluruh Pangkalan SD dan SMP di wilayah Kecamatan Dramaga.
Ka Haryadi sedang menerima penghargaan Panca Warsa III dari Kwarda Jawa Barat, yang diserahkan oleh Camat Dramaga.


SPGN BOGOR 1987

Touring alumni SPGN Bogor 1987 
ke Tanjung Lesung Provinsi Banten, seru kacida.
Semoga sobat-sobat alumni SPGN 87 
yang belum aktif menjadi sering berpartisipasi dengan kegiatan 87

STUDY VISIT

Study visit KKG Gugus 02 Purwasari , Dramaga ke KKg Gugus 01 Bantar Kambing, Rancabungur.
Pak Edy hatur nuhun sambutan sareng sagala servicena, semoga tali silaturahmi antar KKG semakin terjalin lebih erat. Bagi para peserta Study Visit semoga memperoleh data serta informasi positif untuk diimplementasikan di KKG kita.
Ditunggu laporannya secara Individu.

PADUS PGRI DRAMAGA

KEGIATAN PGRI DRAMAGA

Terima kasih kepada tim Paduan Suara PGRI Cabang Dramaga yang telah mengeluarkan suara emasnya dalam HUT PGRI dan HAGUNAS tahun 2011.

PENELITIAN DESKRIFTIF


Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperiman.
1.      Karakteristik Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang dikemukakan Furchan (2004) bahwa (1) penelitian deskriptif cendrung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan obyektivitas, dan dilakukan secara cermat. (2) tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan, dan (3) tidak adanya uji hipotesis.
III. Jenis-jenis Penelitian Deskriptif
Furchan (2004:448-465) menjelaskan, beberapa jenis penelitian deskriptif, yaitu; (1) Studi kasus, yaitu, suatu penyelidikan intensif tentang individu, dan atau unit sosial yang dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting tentang perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini dimungkinkan ditemukannya hal-hal tak terduga kemudian dapat digunakan untuk membuat hipotesis. (2) Survei. Studi jenis ini merupakan studi pengumpulan data yang relatif terbatas dari kasus-kasus yang relatif besar jumlahnya. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi tentang variabel dan bukan tentang individu. Berdasarkan ruang lingkupnya (sensus atau survai sampel) dan subyeknya (hal nyata atau tidak nyata), sensus dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu: sensus tentang hal-hal yang nyata, sensus tentang hal-hal yang tidak nyata, survei sampel tentang hal-hal yang nyata, dan survei sampel tentang hal-hal yang tidak nyata. (3) Studi perkembangan. Studi ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya bagaimana sifat-sifat anak pada berbagai usia, bagaimana perbedaan mereka dalam tingkatan-tingkatan usia itu, serta bagaimana mereka tumbuh dan berkembang. Hal ini biasanya dilakukan dengan metode longitudinal dan metode cross-sectional. (4) Studi tindak lanjut, yakni, studi yang menyelidiki perkembangan subyek setelah diberi perlakukan atau kondisi tertentu atau mengalami kondisi tertentu. (5) Analisis dokumenter. Studi ini sering juga disebut analisi isi yang juga dapat digunakan untuk menyelidiki variabel sosiologis dan psikologis. (6) Analisis kecenderungan. Yakni, analisis yang dugunakan untuk meramalkan keadaan di masa yang akan datang dengan memperhatikan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. (7) Studi korelasi. Yaitu, jenis penelitian deskriptif yang bertujuan menetapkan besarnya hubungan antar variabel yang diteliti.

BIMBINGAN DAN KONSELING


Pengertian Bimbingan dan Konseling di Sekolah

1. Pengertian Bimbingan
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang “bimbingan”, berikut dikutipkan pengertian bimbingan (guidance) menurut beberapa sumber. Year Book of Education (1955) menyatakan bahwa: guidance is a process of helping individual through their own ffort to discover d develop their potentialisties both for personal happiness and social usefulness. Definisi yang diungkapkan oleh Miller (dalam Jones, 1987) nampaknya merupakan definisi yang lebih mengarah pada pelaksanaan bimbingan di sekolah. Definisi tersebut menjelaskan bahwa:
“Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahan diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga, serta masya- rakat”.
 Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang apa sebenarnya bimbingan itu, sebagai berikut.
a.         Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan “membantu' berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri.
b.        Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang.
c.         Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinyan bimbingan itu tidak diberikanhanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan.
d.        Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya seamaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
e.         Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan diri secara harmonis dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, skolah ndan masyarakat.
Dalam penerapannya di sekolah, definisi-definisi tersebut di atas menuntut adanya hal-hal sebagai berikut: 
a.              Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan tanggungjawab yang tegas di antara para petugasnya;
b.             Adanya program yang jelas dan sistematis untuk: (1) melaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-murid, (2) melaksa- nakan penelitian tentang kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human relations, dan sebagainya, (3) kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling secara teratur.
c.              Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;
d.             Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik mupun non fisik (suasana, sikap, dan sebagainya);
e.              Adanya kerjasama yang sebaik-baikya antara sekolah dan keluarga, lembaga-lembaga di masyarakat, baik pemerintah dan non pemerintah.

2.    Hubungan Bimbingan dengan Konseling
     Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance and counseling).
     Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antar bimbingan dengan konseling atau keduannya memiliki makna yang identik. Namun sementara pihak ada yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupaka dua pengertian yang berbeda, baik dasar maupun cara kerjanya. Konseling atau counseling dianggap identik dengan psychoterapy, yaitu usaha menolong orang-orang yang mengalami gangguan psikis yang serius, sedangkan bimbingan dianggap identik dengan pendidikan.
     Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu teknik pemberian layanan dalam bimbingan dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan. Pandangan inilah yang nampaknya sekarang banyak dianut.
     Rogers (dalam Kusmintardjo, 1992) memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling is a series of direct contats with the individual which aims to offer him assistance in changing his attitude and behavior. Konseling adalah serangkaian kontak atau hubungan bantuan langsung dengan individu dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya).
Selanjutnya Mortensen (dalam Jones, 1987) memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling may, therefore, be defined as apeson to person process in which one person is helped by another to increase in understanding and ability to meet his problems”. Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di mana yang seorang dibantu oleh yang lainya untuk menemukan masalahnya.
Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual (face to face relationship). Bimbingan tanpa konse- ling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.