GURUKU BUKAN MENGHARDIK TAPI MENDIDIK
Kesibukan menjelang ulangan di sekolah
tidak hanya dirasakan oleh peserta didik. Guru pun turut merasakanya, mulai
dari pembuatan soal, pengawasan ulangan, dst. Contek-mencontek adalah pekerjaan
besar yang selalu menjadi sorotan bagi semua guru di Indonesia. Satu
permasalahan belum selesai kini timbul masalah yang lebih besar. Bagaimana jika
peserta didik mencuri soal ulangan dari guru sebelum ulangan dilaksanakan? Apa
yang akan kalian lakukan sebagai seorang guru?
Penghakiman dimulai dari guru yang membuat soal
kemudian merambat hampir ke semua guru di sekolah tersebut, dan sampailah
masalah ini di tangani ke wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Tangisan,
tatapan kosong sang anak tampaknya tidak mempengaruhi kemarahan para guru atas
perbuatanya. Saya tak tahu apa yang dia pikirkan, mungkin dikeluarkan / sekedar
skorsing. Yang pasti dari tatapan matanya dia mengharapkan iba kemanusiaan dari
seorang guru. Wakasek bidang kesiswaan akhirnya melaporkan kepada kepala
sekolah, dan akhirnya terjadi dialog yang tidak saya duga-duga.
Wakasek: Ini, Pak, si Budi (sebut saja begitu) dia
berani-beraninya mencuri soal ulangan kemudian berniat menjual ke
teman-temannya satu angkatan.
Kepala Sekolah: Kenapa bisa dicuri ?
Wakasek: Kata guru pembuat soal, sepertinya anak ini
mencuri soal tersebut langsung dari laptop sang guru.
Kepala Sekolah: Hmmmmmm, bagus dong.
Wakasek: Kok bagus pak ? dia ini telah mencuri loh.
Harus diberi hukuman yang berat.
Kepsek: Gurunya yang bersalah, anak itu tak pantas
dihukum. Anak itu hebat, karena menunjukkan keberanianya. Untuk mengambil file
di laptop di dekat guru yang sedang mengajar tentu butuh keahlian dan
kecepatan. ini murni kelengahan guru tersebut. Kenapa membiarkan file
ulananganya mudah ditemukan dan dicuri.
Wakasek: Gak bisa gitu dong pak, anak itu jelas –
jelas telah mencuri.
Kepsek: Anak itu tidak mungkin benar – benar
merencanakan pencurian soal ulangan tersebut. Apakah terbesit dalam pikiranya.
“ karena udah mau ulangan gw harus mencuri soal ulangan dari bu guru.” Saya
rasa tidak. Anak itu mencuri karena ada kesempatan yang timbul atas kelengahan
guru tersebut.
Autokritik untuk Guru
Percakapan di atas adalah ilmu yang sangat berharga
buat kita semua. Bagaimana seorang guru bersikap, dan memahami masalah peserta
didik. Keberadan guru di dalam kelas tidak lepas dari berbagai macam bentuk
kesalahan oleh guru itu sendiri. Menjadi seorang guru bukan berarti
mengharuskan kita untuk hilang ingatan bagaimana mengevaluasi diri. Apakah kita
yang salah? ataukah anak yang salah?
Ketika terjadi kesalahan yang terjadi didepan matanya,
yang pertama kali dilakukan adalah mengevaluasi diri sendiri terlebih dahulu
kemudian baru orang lain. Seperti apa yang dilakukan Al Ghazali dalam membangun
kembali Akhlak Umat Islam di masa Perang Salib. Pertama kali ia merubah dirinya
sendiri, kemudian baru mengubah orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah, “
Sesungguhnya Alah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra’ad : 11).
Kebiasaan mengkritik diri sendiri sangat diperlukan
oleh seorang guru. Karena peserta didik mempelajari ilmu di sekolah melalui
seorang guru. Apakah sudah menjadi teladan dan mengayomi peserta didik dengan
baik? Tentunya ini perlu kita renungkan kembali sebagai seorang guru ataupun
dalam lingkungan keluarga.
Siswa dan Ruang memperbaiki kesalahan
Seorang siswa tentu bukanlah manusia yang luput dari
kesalahan. Bahkan siswa pun sebenarnya membutuhkan ruang-ruang untuk mengalami
kesalahan, dan sekolah perlu untuk menciptakanya. Namun bukan berarti siswa
dihimbau untuk nekat walaupun sudah mengetahui bahwa tindakan yang akan ia
lakukan adalah salah. Setiap kesalahan siswa harus diletakan dalam konteks
pembelajaran, bukan penghakiman.
Ruang kesalahan ini ada untuk membiasakan siswa untuk
merefleksikan setiap pengalaman hidupnya. Seorang guru harus secara jernih
mendengar argumen-argumen mereka ketika melakukan kesalahan. Dengan terciptanya
ruang kesalahan seorang siswa diharapkan dapat memahami tentang tanggung jawab
diri dalam lingkungan sosial. Ketertiban timbul bukan karena adanya peraturan,
tetapi karena ada kesadaran dan tanggung jawab sosial. Jika kita mencuri soal
ulangan, maka kita akan merugikan orang-orang yang sudah gigih belajar. Diri
kita sendiri pun akan merugi, karena hanya mendapatkan nilai di atas kertas ,
namun tidak mendapatkan ilmu apapun.
Merasakan kesalahan ataupun kegagalan adalah jalan
yang harus dilewati para murid. Richard Sam Bera perenang terkenal Indonesia
yang telah banyak meraih banyak medali dan piala pun tak luput dari melakukan
kesalahan. Namun bagi beliau kegagalan yang terjadi karena kesalahan bukanlah
akhir dari segalanya. Kegagalan adalah proses untuk menjadi lebih baik.
Guru harus lebih jernih lagi dalam menyikapi setiap
kesalahan peserta didik. Karena sering kali kita tidak sadar, berniat ingit
memberi pelajaran tetapi sesungguhnya kita malah menghancurkan harapan mereka.
Karena peran guru bukanlah menghardik tetapi mendidik.
Ada ratusan medali dan piala di lemari saya, tetapi
ada ratusam lagi yang saya gagal raih. Tetapi itulah yang membuat semua medali
keberhasilan yang saya dapatkan terasa lebih manis. ~Richard Sam Bera, Surat
Dari dan Untuk Pemimpin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar