ANTARA SEKOLAH HATI DAN SEKOLAH
BERGENGSI
ALHAMDULILLAH, awal Mei ini anak-anak
sudah melewati Ujian Nasional (UNAS/UN), yang diakhiri untuk tingkat Sekolah
Dasar. Pada saat yang sama, orangtua bergeliat mencari sekolah bagi putra-putrinya.
Bahkan beberapa sekolah menyatakan telah menutup pendaftaran, karena kapasitas
ruang sudah terpenuhi, tanpa menyediakan tempat untuk cadangan.
Pada tataran ini, memilih sekolah ibarat
memilih investasi, sekolah adalah masa depan.
Sayangnya, persepsi orangtua terhadap
kesuksesan sering dibatasi pada prestasi-prestasi yang sifatnya duniawi
materialistik. Nilai tertinggi, juara olimpiade, seragam yang mewah, hingga
kelengkapan belajar yang serba canggih.
Karenanya, keselarasan terhadap suatu sekolah,
biasanya terlahir bersamaan dengan kemegahan fasilitas sekolah, atau deretan
piala yang tampak indah.
Lantas, kewaspadaan seperti apa yang
harus kita persiapkan dalam memilih sekolah terbaik bagi anak kita? Jika
fasilitas lengkap dan prestasi tidak selalu pantas menjadi pilihan, bagaimana
lagi dengan kondisi kebalikannya, yang seringkali ditolak akal pikiran yang
memang menyukai kemapanan?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu
kita pahami, bahwa anak-anak kita yang akan sekolah, sekarang berada pada masa
remaja. Pada usia ini, hasrat seksual mulai tumbuh, seiring perubahan pada
fisik dan mental. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan keinginan akan
kebebasan diri, pandangan akan masa depan, masa pembentukan diri, masa yang
dipenuhi dengan semangat, cinta, harapan, aktivitas, imajinasi, usaha dan rasa
ingin tahu.
Dalam periode yang menentukan dan penuh
tantangan ini, remaja sangat membutuhkan seorang pembimbing yang tulus dan
penuh kasih, yang dapat memahami dengan baik segala perasaan dan keinginannya.
Kemudian bersedia menceritakan berbagai hasil pengalamannya, yang menjadi
tempat konsultasi baginya. Di waktu yang lain, bersedia menolong berbagai
kesulitan yang dihadapinya, serta menjauhkannya dari berbagai penyimpangan.
Karenanya, lingkungan sekolah merupakan
lingkungan yang benar-benar penting bagi anak. Dengan memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru dan menyaksikan perilaku anggota masyarakat
barunya, ia mulai mengkaji ulang semua pelajarannya dan perilaku yang
diperolehnya di lingkungan sekolah, untuk kemudian memilih bentuk yang tepat
bagi dirinya.
Nah, jika tempat remaja menyemai
kedewasaannya telah roboh dari sendi-sendi agama, disebabkan dominasi ilmu
pengetahuan dengan corak sekuler, menjadikan pengaruh agama lemah bahkan hilang
dalam kehidupan remaja. Kemudian tergantikan dengan ilmu pengetahuan, sehingga
dalam hati remaja, keselamatan, kesuksesan, kemajuan dan peradaban manusia
takkan sempurna kecuali dengannya.
Adanya pensakralan ilmu pengetahuan,
akan terus berlanjut dalam masalah-masalah perasaan dan kepribadian, yaitu
ketika ilmu pengetahuan telah menguasai pikiran dan tindakan.
Dari sinilah mulai tumbuh sebuah
generasi yang banyak kehilangan sisi-sisi ruhani dan kemanusiaannya. Egoisme
dan materialistik Barat telah menggerus sisi-sisi ruhani dan kemanusiaan.
Hingga seorang anak mulai enggan untuk patuh kepada orangtuanya, berbuat
menurut keinginan nafsu semata.
Maka jangan heran, kita sering melihat
pemandangan yang menyayat hati. Orangtua yang mengasihi anaknya sepanjang masa
dan telah banyak berkorban, namun dibalas dengan perilaku durhaka dari anaknya,
bahkan berharap agar orangtuanya sering sakit-sakitan yang berujung tutup usia,
karena merasa jantungan atau terepotkan olehnya.
Siapa mau memiliki anak seperti ini?
Tentunya bukan seperti itu tujuan anak disekolahkan.
Bahkan berbagai ketaatan, adanya
pengertian dan perhatian, ditambah rasa cinta dan kasih sayang, merupakan
bentuk prestasi tersendiri, selain raihan-raihan materi. Sebab, dalam menjalani
dinamika kehidupan, hal-hal seperti inilah yang menjadikan hati kita terasa
nyaman.
Layaknya membeli suatu barang, tentunya
bukan hadiahnya yang menjadi fokus perhatian kita, tetapi kualitas barang yang
hendak kita beli yang menjadi perhatian. Maka, prestasi materi adalah sejumput
bonus yang Allah titipkan kepada anak-anak kita, dan Allah berhak mengambilnya
kapan saja.
Sedangkan akhlak mulia adalah barang
yang sejatinya harus kita bawa. Maka membiarkannya begitu saja, bahkan sampai
lupa tak terbawa, merupakan bentuk ketidak pekaan orangtua terhadap penjagaan
putra putrinya. Pertanda orangtua telah terbuai oleh angan-angan kosong tentang
arti kesuksesan.
Padahal Rasulullah telah bersabda,
“Cukuplah seseorang disebut ‘berdosa’ jika dia menelantarkan orang-orang
yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
Inilah kewaspadaan yang harus dimiliki
oleh orangtua. Kewaspadaan yang dibangun dari kesadaran, bahwa anak kita tidak
sekedar punya pikiran, tapi juga perasaan.
Tentunya harus dimulai dari diri kita
sendiri, dengan meluruskan niat saat menyekolahkan sang buah hati. Kita
menyekolahkan anak bukan sekedar ada tawaran beasiswa atau keringanan biaya,
atau kebetulan rumah dekat dengan sekolah. Bukan pula karena panggilan rasa
gengsi. Tetapi kita memang menyengaja membawanya ke sekolah itu dengan harapan
agar dia bisa menjadi anak yang sholih/sholihah.
Langkah selanjutnya adalah, kepedulian
terhadap perkembangan jiwa dan kecerdasan. Jangan biarkan mereka tumbuh dalam
pengarahan yang salah sehingga mereka mengalami kebingungan identitas. Caranya,
dengan memilihkan sekolah yang memberikan penjagaan terhadap akidah dan
ke-Islaman, agar ilmu dan keyakinannnya tetap bersih dan murni.
Orangtua seperti ini, tidak merasa cukup
hanya melihat kemegahan gedung dan fasilitas sekolah. Dia tidak gampang
mengekor dengan kebiasaan orang memilih sekolah, tidak pula latah terhadap
trend dan budaya yang tengah berkembang.
Dalam jangka panjang, inilah harga mahal
sebuah proses pembelajaran yang mendewasakan. Namun ia akan memberikan hasil
yang sebanding bernama anak shalih.
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub
kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apa
yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab : “Kami akan menyembah Tuhanmu
dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha
Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS: Al Baqarah : 133)
Selamat ujian dan selamat menemukan
sekolah yang mendidik hati dan melahirkan orang-orang yang shalih.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar