Menjadi Sarjana
Hingga saat ini menjadi sarjana mungkin masih manjadi
dambaan dan harapan bagi sebagian besar orang, tentu dengan alasan dan
motif yang beragam, mulai dari motif yang bersifat naif-pragmatis hingga
motif altruistik-idealis. Dalam hal ini, motif naif-pragmatis bisa dimaknai
sebagai dorongan yang lebih tertuju kepada kepentingan pribadi, misalnya untuk
menjadi kaya-raya, atau mendapat kedudukan dalam jabatan, melalui upaya dan
tindakan yang menghalalkan segala cara. Sementara motif altruistik-idealis
dapat dipahami sebagai motif yang didasari untuk melayani dan memberikan
manfaat bagi orang lain, melalui upaya belajar keras dan penuh kesungguhan.
Sarjana adalah gelar akademik yang diberikan kepada lulusan
program pendidikan sarjana (S-1). Untuk memperoleh gelar sarjana, secara
normatif dibutuhkan waktu perkuliahan selama 4-6 tahun atau telah
menempuh perkuliahan dengan jumlah SKS sebanyak 140-160. Jika seseorang sudah
dinyatakan lulus oleh sebuah perguruan tinggi, maka dia berhak menyandang gelar
sarjana.
Hingga era akhir 70-an, keberadaan sarjana
boleh dikatakan tergolong makhluk langka di bumi Indonesia, mungkin karena pada
waktu itu jumlah perguruan tinggi (negeri maupun swasta) di Indonesia
masih relatif terbatas. Namun seiring dengan semakin diperluasnya jumlah
program studi dan terus berkembangnya jumlah perguruan tinggi hingga ke
pelosok-pelosok daerah, maka jumlah sarjana Indonesia pun semakin bertebaran,
dengan bidang keahlian yang beragam.
Sebelum tahun 1993, sebutan gelar sarjana di
Indonesia masih bisa dihitung dengan jari, sebut saja misalnya: Drs., Dra, Ir.,
atau SH. Namun sejak tahun 1993 (Keputusan Mendikbud No. 036/U/1993),
ketentuan sebutan gelar akademik menjadi lebih beragam,
disesuaikan dengan bidang keahlian masing-masing, (saat ini jumlahnya
hingga mencapai puluhan, saya pun tak kuasa untuk
mengingatnya satu per satu).
Belakangan ini sedang berkembang polemik terkait
dengan adanya Surat Edaran dari Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012 tentang
kewajiban publikasi ilmiah dalam Jurnal sebagai syarat untuk lulus menjadi
sarjana. “Seorang sarjana harus memiliki kemampuan menulis secara ilmiah,
termasuk menguasai tata cara penulisan ilmiah yang baik”, demikian ungkap
Dirjen Dikti Kemdikbud, Djoko Santoso, ketika diwawancarai oleh Kompas.com. Walau secara teknis, mungkin akan
timbul berbagai persoalan dalam mengimplementasikannya, tetapi secara pribadi
pada dasarnya saya setuju dengan adanya ketentuan ini,
dengan harapan semoga dapat memperbaiki mutu sarjana kita, khususnya
dalam mengembangkan budaya intelektual, yang belakangan ini tampaknya cenderung
memudar.
Perkembangan terbaru, berdasarkan Peraturan Presiden No. 8
tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, sarjana (S1) dikategorikan sebagai
jabatan teknisi atau analis (bukan dikategorikan sebagai ahli) yang
berada pada level (jenjang) 6 (enam), dengan gambaran kualifikasi,
sebagai berikut:
- Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
- Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
- Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok.
- Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.
Memperhatikan ketentuan tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) tesebut, tampak bahwa seorang
sarjana sesungguhnya memiliki posisi yang relatif tinggi dalam struktur
masyarakat Indonesia, dilihat dari kapasitas keilmuan dan kompetensi yang
dimilikinya.
Dengan demikian kiranya cukup terang, sesungguhnya
sarjana bukanlah orang sembarangan dan bukan sembarangan orang. Kepadanya
dituntut untuk tersedia kapasitas kognitif tingkat tinggi serta memiliki
tanggung jawab yang tidak hanya pada dirinya dan lingkungan dimana dia berada,
tetapi juga memikul tanggung jawab yang hakiki yaitu kepada Sang Khalik
Barangkali itulah sarjana yang sejatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar