Buya Hamka : Ulama Masyhur yang Dituduh
“Penghianat” Rezim Soekarno
BULAN Februari , adalah hari kelahiran
seorang tokoh ulama besar Nusantara yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau
lebih dikenal dengan sebutan HAMKA. Beliau dilahirkan di Maninjau Sumatera
Barat pada 17 Februari 1908. Jadi sehingga kini sudah seabad lebih lamanya.
Untuk itu bagi kita generasi sekarang ini perlu mengenal lebih dekat sosok
ulama besar tersebut sekaligus mengenang jasa yang telah diberikan kepada
bangsa dan agama di tanah air.
Ayah Hamka adalah H. Abdul Karim Amrullah atau Haji
Rasul seorang tokoh ulama Sumatera. Dikenal sebagai pelopor “golongan muda”,
murid Syekh Ahmad Khatib yang bermukim di Makkah. Ibunya bernama Syafiyah istri
kedua ayahnya.
Pendidikan awal buya Hamka di sekolah Diniyah 1916
kemudian di sekolah Sumatera Thawalib 1918. Diantara gurunya disana ialah
Zainuddin Labai El Yunusi, H.Rasul Hamidi, H. Jalaluddin Thaib, Angku Mudo
Abdulhamid dan lain-lain. Selain itu Hamka mengaji kepada Syekh Ibrahim Musa
Parabek pada tahun 1922.
Beliau belajar Tafsir Al Qur'an dan Fikih dengan kitab
Al Muhazzab dari Angku Mudo Abdulhamid. (Ayahku hal 318) Setelah itu beliau
merantau ke Jawa. Disana beliau belajar kepada HOS. Cokroaminoto tentang islam
dan sosialisme, kepada Soeryopranoto tentang sosiologi dan kepada H. Fakhruddin
dalam ilmu Tauhid. Selanjutnya beliau banyak belajar kepada A.R.St. Mansur.
Guru yang memiliki pengaruh besar pada dirinya ialah
ayahnya sendiri dan A.R.St. Mansur yang tak lain adalah iparnya. Dari ayahnya
Hamka belajar langsung tentang Ushul Fiqh dan Mantiq. Selama enam bulan beliau
belajar kepada ayahnya di kutub khanah sampai kedua ilmu tersebut beliau
kuasai. Alasan ayahnya mengajarkan dua ilmu tersebut ialah kegemaran Hamka
berfilsafat dan membawa sejarah ketika berceramah, sehingga dengan menguasai
kedua ilmu tersebut tidak dikuatirkan akan tersesat.
Buya Hamka banyak berperan dalam gerakan dakwah.
Beliau tidak memaknai dakwah secara sempit. Banyak bidang yang telah beliau
lakukan dalam memperjuangkan agama Islam.
Dalam bidang organisasi beliau aktif di Muhammadiyah.
Dalam bidang pendidikan selama hidupnya beliau banyak mengajar kepada
masyarakat. Baik di sekolah, masjid, surau, universitas dan lainnya. Ketika
mudanya beliau pernah mendirikan sekolah Tarbiyatul Muballighin sekaligus
menjadi direkturnya. Beliau juga mengajar masyarakat Indonesia melalui kuliah
di Radio Republik Indonesia (RRI) selama lebih dari tiga puluh tahun.
Dalam bidang keilmuan dan penulisan beliau telah
menulis buku-buku dari berbagai bidang. Mulai dari pendidikan, tasawuf,
filsafat, tafsir, akhlak, sejarah roman dan lainnya. Diantara judul-judul
bukunya yang banyak tersebut antara lain: Tasauf Modern, Filsafat Hidup,
Lembaga hidup, Tafsir Al Azhar, Lembaga Budi, Ayahku, Sejarah Umat Islam,
Revolusi Agama, Revolusi Pemikiran, Studi Islam, Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck, Dibawah Lindungan Ka’bah dan Pandangan Hidup Muslim.
Metode dakwah yang dibawakan oleh Buya Hamka sangat
bijaksana sehingga diterima banyak kalangan. Misalnya beliau menulis roman
islami yang pada masa itu sangat “aneh” bagi seorang ulama menulis roman. Namun
cara tersebut justru sangat digemari masyarakat.
Beliau sangat mahir dalam menulis dan bahasanya sangat
sederhana sehingga mudah difahami. Meskipun menjelaskan sesuatu pembahasan yang
sulit seperti filsafat. Namun melalui sentuhannya filsafat menjadi mudah
dimengerti oleh banyak orang. Beliau juga diantara tokoh yang yang turut
meningkatkan seni kesusasteraan di tanah air. kemahirannya dalam menulis
diawali dengan menulis ringkasan pidato dan diskusi bersama rekan-rekannya pada
masa mudanya.
Dalam bidang penerbitan beliau menjadi editor
sekaligus pimpinan majalah Pedoman Manyarakat dan Panji Masyarakat (Panjimas).
Melalui majalah tersebut beliau menyampaikan pemikirannya.
Disegani Dunia
Atas keluasan ilmu yang dimiliki serta kontribusinya
yang besar dalam berdakwah di Indonesia beliau di anugerahi Doktor Honoris
Causa dari Universitas Al Azhar Kairo pada tahun 1958. Surat pengakuan gelar
tersebut ditanda-tangani langsung oleh Syeikh Al Azhar ketika itu yaitu Syeikh
Mahmud Syaltut. Hal ini mengulang sejarah ayahnya yang diberikan gelar yang
sama pada tahun 1926 ketika kongres yang dianjurkan oleh ulama Al Azhar. Ketika
itu ayahnya bersama H. Abdulllah Ahmad, masing-masing mendapat gelar kehormatan
melalui kesepakatan ulama yang hadir.
Hamka juga memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) pada tahun 1974. Pada tahun 1977 beliau
diangkat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mengundurkan diri
pada tahun 1981 dikarenakan tekanan pemerintah yang tidak sesuai dengan
pendiriannya.
Pada zaman Soekarno, beliau pernah dipenjarakan selama
dua tahun karena dituduh “pengkhianat” dan menjual negara kepada Malaysia.
Tentu beliau sangat sakit hati atas tuduhan keji rezim yang pernah bertangan
besi kepada tokoh-tokoh Islam tersebut. Namun beliau bersabar dan memanfaatkan
waktu tersebut untuk menyelesaikan karyanya yang monumental bernama Tafsir Al Azhar
(30 jilid).
Selama hidupnya beliau menjadi panutan masyarakat dan
tempat banyak orang bertanya tentang masalah agama. Atas usaha beliaulah masjid
Al Azhar selesai dibangun dan beliau menjadi imam masjid tersebut hingga akhir
hayatnya.
Beliau menutup usia pada 24 Juli 1981. Dengan
meninggalkan warisan karya-karya penting yang masih selalu dipelajari orang
sehingga hari ini. Ketokohan beliau bukan saja diakui oleh masyarakat Indonesia
namun di Malaysia dan Singapura kedudukan beliau dangat dihormati. Mereka juga
turut bangga kepada buya Hamka. Buku-buku karangan beliau banyak dipelajari dan
diterbitkan di kedua Negara tersebut. Di Singapura misalnya, maka Pustaka
Nasional yang banyak menerbitkan. Di Malaysia terdapat beberapa tesis dalam
bahasa Melayu, Arab atau pun Inggris yang membahas pandangan beliau dalam
berbagai disiplin ilmu.
Demikianlah sedikit kisah tentang sosok buya Hamka.
Tujuan ditulisnya kisah ini, selain untuk memperingati masa kelahirannya juga
untuk memberikan semangat kepada generasi baru muslim di Negara ini agar
mengikuti jejak beliau. Dengan cara menguasai ilmu serta beramal untuk
memajukan bangsa dan agama.*/Hambari Nursalam, Mahasiswa International Islamic
University Malaysia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar